ANTARA BID'AH DAN ILMU PENGETAHUAN
pada 25 Oktober 2012 pukul 16:13 ·
- PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah Ta'alaa atas karunia ini semua, sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada nabi Muhammad SHALALLAHU 'ALAIHI WASALLAM . ahlan wa sahlan
antum semuanya, selamat datang di CATATAN ini , semoga semua apa yang tertuang
di CATATAN ini bermanfaat bagi PAPA MIMIN pribadi dan juga antum
semuanya, jika ada salahnya mohon saran dan kritik dari antum semuanya. selamat
membaca dan menikmat.
“Dikit-dikit bid’ah, dikit-dikit bid’ah,” “apa semua yang ada sekarang
itu bid’ah?!” “kalau memang maulidan bid’ah,
kenapa kamu naik motor, itukan juga bid’ah.” Kira-kira kalimat seperti inilah yang akan terlontar
dari mulut sebagian kaum muslimin ketika mereka diingatkan bahwa perbuatan yang
mereka lakukan adalah bid’ah yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Semua ucapan ini dan yang senada dengannya lahir, mungkin karena hawa nafsu
mereka dan mungkin juga karena kejahilan mereka tentang definisi bid’ah,
batasannya dan nasib jelek yang akan menimpa pelakunya.
Karenanya
berikut uraian tentang difinisi bid’ah dan bahayanya dari hadits Aisyah yang
masyhur, semoga bisa meluruskan pemahaman kaum muslimin tentang bid’ah sehingga
mereka mau meninggalkannya di atas ilmu, Allahumma amin.
1. Perkataan
beliau “jalan/cara dalam agama”. Hal ini sebagaimana disabdakan
oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ
رَدٌّ
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam
urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HSR. Bukhary-Muslim dari
‘A`isyah)
Dan urusan
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tentunya adalah urusan
agama karena pada urusan dunia beliau telah mengembalikannya kepada
masing-masing orang, dalam sabdanya:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”. (HSR. Bukhory)
Maka bid’ah
adalah memunculkan perkara baru dalam agama dan tidak termasuk dari bid’ah
apa-apa yang dimunculkan berupa perkara baru yang tidak diinginkannya dengannya
masalah agama akan tetapi dimaksudkan dengannya untuk mewujudkan maslahat
keduniaan, seperti pembangunan gedung-gedung, pembuatan alat-alat modern,
berbagai jenis kendaraan dan berbagai macam bentuk pekerjaan yang semua hal ini
tidak pernah ada zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam. Maka
semua perkara ini bukanlah bid’ah dalam tinjauan syari’at walaupun dianggap
bid’ah dari sisi bahasa. Adapun hukum bid’ah dalam perkara kedunian (secara
bahasa) maka tidak termasuk dalam larangan berbuat bid’ah dalam hadits di atas,
oleh karena itulah para Shahabat radhiallahu ‘anhum mereka berluas-luasan dalam
perkara dunia sesuai dengan maslahat yang dibutuhkan.
DALIL-DALIL AL
QUR'AN & HADIST SERTA ATSYAR YANG MENJELASKAN BETAPA SESAT & TERCELANYA
BID'AH DALAM AGAMA.
Larangan dari
melakukan bid'ah adalah larangan dari pembuat syari'at karana larangan tersebut
disertai dengan berbagai-bagai ancaman oleh Allah dan Rasul-Nya. Diantara yang
paling tegas ialah larangan akan berlaku kesesatan dan pelanggaran batas hukum
(hudud) yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam syari'at yang akhirnya
membawa kepada kefasikan dan mengkufuri agama serta ayat-ayat Allah. Hal ini
telah dijelaskan oleh allah & RasulNya sallallahu 'alaihi wa sallam
diantaranya
A. DALIL DARI
AL QUR'AN:
Dalil dari al
qur'an:
{ قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ }
Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." ( QS Al-Imran : 31) dalam ayat ini
di perintahkan bagi kita untuk mengikuti ( itiba') Rasulullah salallahu 'alaihi
wasalam.
وقوله -جل وعلا-: { وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ }
“Dan ikutilah
Dia ( muhammad ) supaya kamu mendapat petunjuk".( QS Al-A'raf : 158 )
وقوله سبحانه: { لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ }
“Sesungguhnya
Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” ( QS al
ahzab:21 )
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah.” (QS Al-Hasyr : 7).
وقوله - عز وجل - { أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ
مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ }
“Apakah mereka
mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama
yang tidak diizinkan Allah?” (Qs As-Syura' : 21 )
وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم
عن سبيله ذلكم وصاكم به لعلكم تتقون
“Dan bahwa
(yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertakwa. QS Al-An'am (6) : 153
Diriwayatkan dari
Abul Hujjaj bin Jubair Al-Makky(1), menafsirkan ولا
تتبعوا السبل (dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan yang lain), beliau berkata yang dimaksud dengan السبل (jalan-jalan
yang lain) adalah bid’ah dan syubuhat.
B. DALIL DARI
AS SUNNAH
اُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّمْعِ
وَالطَّاعَةِ وَاِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا ، فَاِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ
يَرَى بَعْدِى اِخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِىْ وَسُنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِى تَمَسَّكُوابِهَا
وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَاِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلاُمُوْرِ
فَاِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَة وَاِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
"Aku
berwasiat kepada kamu sekalian supaya bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat
sekalipun diperintah oleh seorang hamba Habsyi. Sesungguhnya siapa saja yang
hidup (selepas ini) di antara kamu sekalian selepasku akan melihat perselisihan
yang banyak, maka kembalilah (berpeganglah) kamu kepada sunnahku dan sunnah
para Khulafa ar-Rasyidin selepas peninggalanku, berpegang teguhlah dengannya,
maka gigitlah dengan gigi geraham, kemudian berhati-hatilah dengan hal yang
baru (dicipta dalam agama) sesungguhnya setiap ciptaan yang baru itu adalah
bid'ah dan setiap yang bid'ah itu sesat". (Hadis Riwayat Ahmad (1653).
At-Tirmizi (2600). Musnad Abu Daud (3991). As-Sunnan Ibn Majah (42))
كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
"Setiap
yang diada-adakan itu bid'ah, setiap yang bid'ah itu sesat dan setiap yang
sesat itu adalah ke dalam neraka". (Hadis Riwayat Muslim)
فِى خُطْبَةِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: اَمَّا بَـعْدُ: فَاِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْـثِ كِتَابُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدَْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَـلَّمَ ،
وَشَرَّ اْلاُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
"Dalam
khutbah Nabi sallallahu 'alaihi wa sallam baginda bersabda: Kemudian dari itu,
sesungguhnya sebaik-baik perkataan itu kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam dan sekeji-keji perkara
(perbuatan) ialah mengada-adakan yang baru dan setiap bid'ah (yang baru itu)
adalah sesat dan setiap yang sesat ke neraka". (Hadis Riwayat Muslim, Abu
Daud dan Ibn Majah)
__________________________________________
(1) Beliau
adalah Sa'id bin Jubair, ulama’ Tabi'in yang ahli tafsir dan pakar di zamannya
Dari hadits di
atas, dinyatakan bahwa كل بدعة ضلالة (Tiap bid’ah itu sesat), yakni hal ini
menunjukkan secara terang dan nyata bahwa tidak ada bid’ah hasanah, karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah menjelaskan secara gamblang bahwa
كل بدعة ضلالة (Tiap bid’ah itu sesat). Para ulama’ sepakat bahwa kata كل (Kullu)
yang diikuti oleh اسم ناقرة ism naaqirah (obyek indefinitif) bukan اسم معرفة ‘ism
ma’rifat (obyek definitif) tanpa adanya استثناءistitsna’
(pengecualian), maka ia terkena keumuman dari kata كل (Kullu) tersebut. Sehingga bermakna, bahwa
semua bid’ah tanpa terkecuali adalah sesat!!! Maka batallah pernyataan sebagian
kaum muslimin yang menyatakan bahwa bid’ah itu ada yang hasanah.
عَنْ حُذَيْـفَةَ قَالَ: لاَيـقْـبَـلُ اللهُ لِصَاحِبِ
الْبِدْعَةِ صَلاَةً وَلاَصَوْمًا وَلاَ صَدَقَـةً وَلاَ حَاجًا وَلاَ عُمْرَةً
وَلاَ جِهَادًا وَلاَصَـرَفًا وَلاَعَدْلاً ، يَخْـرُجُ مِنَ اْلاِسْلاَمِ كَمَا
يَخْرُجُ الشَّـعْرَةَ مِنَ الْعَجِيْنِ. رواه ابن ماجه
"Dari
Huzaifah radhiallahu 'anhu baginda berkata: Allah tidak akan menerima dari
pembuat bid'ah puasa, sembahyang, haji, umrah, jihad, kebaikan dan keadilan
(yang dikerjakannya). Dia akan keluar dari Islam sebagaimana keluarnya rambut
dari tepung". (Hadis Riwayat Ibn Majah. Lihat: فتح
البارى jld. 17. hlm. 10. Hadis
ini lemah dan sebahagian ulama hadis mendapati hadis ini adalah hadis mungkar)
اَبَى اللهُ اَنْ يَقْبَلَ عَمَلَ صَاحِب بِدْعَةٍ حَتَّى
يَدَعَهَا
"Allah
tidak akan menerima amalan pelaku (pembuat) bid'ah hingga ditinggalkan bid'ah
tersebut". (Hadis Riwayat Ibn Majah (49) Muqaddimah)
مَا اَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً اِلاَّ رُفِعَ مِثْلُهَا مِنَ
السُّنَّةِ فَتَمَسَّكُ بِسُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ اِحْدَاثِ بِدْعَةٍ
"Tidak
akan (dibiarkan) berlaku bid'ah pada satu-satu kaum, kecuali akan dicabut (oleh
Allah) satu sunnah dari mereka yang sepertinya. Maka berpegang kepada sunnah
lebih baik dari melakukan (mencipta) satu bid'ah". (Hadis Riwayat Ahmad
(16356))
مَنْ اَحْدَثَ فِىاَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ
رَدٌّ
"Siapa
yang mencipta (mengada-adakan) yang baru dalam urusan (agama) Kami ini, maka
itu tertolak". (Hadis Riwayat Ahmad (24840). Bukhari (2499) as-Soleh.
Muslim (3242) al-Aqdhiah. Abu Daud (3990) as-Sunnan. Ibn Majah (14) Muqaddimah)
Imam Nawawi
rahimahullah berkata: "Hadits ini merupakan kaidah yang agung dari
kaidah-kaidah Islam". Beliau menambahkan lagi: "Hadits ini termasuk
hadits yang sepatutnya dihafalkan dan digunakan dalam membatilkan seluruh
kemungkaran dan seharusnya hadits ini disebarluaskan untuk diambil sebagai
dalil". ( Syarah Shahih Muslim)
Al Hafidz Ibnu
Hajar Al Atsqalani rahimahullah setelah membawakan hadits ini dalam syarahnya
terhadap kitab Shahih Bukhari, beliau berkomentar : "Hadits ini terhitung
sebagai pokok dari pokok-pokok Islam dan satu kaidah dari kaidah-kaidah
agama". (Fathul Bari)
Imam Ibnu Rajab
Al Hambali rahimahullah dalam kitabnya Jami`ul Ulum wal Hikam juga memuji
kedudukan hadits ini, beliau berkata : "Hadits ini merupakan pokok yang
agung dari pokok-pokok Islam. Dia seperti timbangan bagi amalan-amalan dalam
dzahirnya sebagaimana hadits: (amal itu tergantung pada niatnya) merupakan
timbangan bagi amalan-amalan dalam batinnya. Maka setiap amalan yang tidak
diniatkan untuk mendapatkan wajah Allah tidaklah bagi pelakunya mendapatkan
pahala atas amalannya itu, demikian pula setiap amalan yang tidak ada padanya
perintah dari Allah dan rasulnya maka amalan itu tidak diterima dari pelakunya.
(Jami`ul Ulum wal Hikam, 1/176)
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ
رَدٌّ
"Siapa
yang melakukan (mengerjakan) satu amal yang bukan dari perintah Kami, maka
(amalan itu) tertolak". (Maksud tertolak ialah bermakna “bid'ah” بالبدعة المسمى هو
"Ia dinamakan bid'ah". Lihat: علم اصول البدع
hlm. 29. Ali Hasan)
Kata Imam
Nawawi rahimahullah : "Hadits ini jelas sekali dalam membantah setiap
bid`ah dan perkara yang diada-adakan dalam agama". (Syarah Muslim, 12/16)
Namun bila ada
pelaku bid`ah dihadapkan padanya hadits ini, kemudian dia mengatakan bahwa
bid`ah tersebut bukanlah dia yang mengada-adakan akan tetapi dia hanya
melakukan apa yang telah diperbuat oleh orang-orang sebelumnya sehingga ancaman
hadits di atas tidak mengenai pada dirinya. Maka terhadap orang seperti ini
disampaikan padanya hadits :
"Siapa
yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya
itu tertolak". Dengan hadits ini akan membantah apa yang ada pada orang
tersebut dan akan menolak setiap amalan yang diada-adakan tanpa dasar syar`i.
Sama saja apakah pelakunya yang membuat bid`ah tersebut adalah dia atau dia
hanya sekedar melakukan bid`ah yang telah dilakukan oleh orang-orang
sebelumnya. Demikian penerangan ini juga disebutkan oleh Imam Nawawi dengan
maknanya dalam kitab beliau Syarah Muslim (12/16) ketika menjelaskan hadits
ini.
Al Imam Ibnu
Rajab Al Hambali rahimahullah berkata : "Dalam sabda Nabi shallallahu
alaihi wasallam :
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
ada isyarat
bahwasanya amalan-amalan yang dilakukan seharusnya di bawah hukum syariah di
mana hukum syariah menjadi pemutus baginya apakah amalan itu diperintahkan atau
dilarang. Sehingga siapa yang amalannya berjalan di bawah hukum syar`i, cocok
dengan hukum syar`i maka amalan itu diterima, sebaliknya bila amalan itu keluar
dari hukum syar`i maka amalan itu tertolak. ("Jami`ul Ulum wal
Hikam", 1/177)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
مَنْ صَنَعَ اَمْرًا عَلَىْ غَيْرِ اَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Bersabda
Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam: Barangsiapa yang berbuat sesuatu
urusan yang bukan dari perintah kami, maka ia tertolak". (Hadis Riwayat
Ibn Majah)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ متفق عليه
"Bersabda
Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam: Maka barangsiapa yang menyimpang dari
Sunnahku, maka bukanlah dia dari golonganku". Muttafaq 'Alaih.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَقَّرَ صَاحِبَ بِدْعَةٍ
فَقَدْ اَعَانَ عَلَى هَدْمِ اْلاِسْلاَمِ. حديث مرفوع
"Dari
Aisyah radhiallahu 'anha berkata: Bersabda Rasulullah sallallahu 'alaihi wa
sallam: siapa yang memuliakan aktivis/pelaku bid'ah, maka dia telah menolong
untuk menghancurkan Islam" (Hadis Riwayat Ahmad. Lihat: تلبيس ابليس. Hlm. 14.
Menurut Syeikh Ali Hasan: Hadis ini adalah hadist hasan isnadnya. Lihat: المنتقى النفس
hlm. 37. Dikeluarkan oleh Al-Lalikaii dalam شرح اصول
اهل السنة (1/139)) Hadis
Marfu'. (Ibn Asakir dalam تاريخ دمشق: ترجمة
"العباس بن يوسف الشكلى.
Hlm. 286)
اِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً وَثَمَّ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ
فَتْرَتُهُ اِلَى بِدْعَةٍ فَقَدْ ضَلَّ ، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ اِلَى
سُنَّةٍ فَقَدْ اهْتَدَى
"Sesungguhnya
pada setiap amal terdapat kegiatan, dan pada amal ada fitrahnya. Barangsiapa
yang fitrahnya terlibat dengan bid'ah maka dia telah sesat dan barangsiapa yang
fitrahnya terlibat dengan sunnah maka dia telah mendapat petunjuk". (Hadis
Riwayat Ahmad (22376), Musnad. Hadis sahih. Lihat: الاتمام
(23521). Lihat: اتباع السنن (8))
Faidah hadits
Faidah yang
bisa kita ambil dari hadits ini, di antaranya :
• Batilnya
perkara yang diada-adakan dalam agama
• Larangan
terhadap satu perkara menunjukkan jeleknya perkara tersebut..
• Islam
merupakan agama yang sempurna, tidak ada kekurangan di dalamnya dan tidak butuh
koreksi dan protes terhadapnya.
• Perkara yang
diada-adakan dalam agama ini adalah bid`ah dan setiap bid`ah itu sesat.
• Dengan hadits
ini tertolaklah pembagian bid`ah menjadi bid`ah hasanah (bid`ah yang baik) dan
bid`ah sayyiah (bid`ah yang jelek).
Seluruh akad
yang dilarang oleh syariat adalah batil, demikian pula hasilnya karena apa yang
dibangun di atas kebatilan maka ia batil pula.
C. DARI ATSAR
PARA SALAFUS SHALEH
Abdullah bin
Mas‘ud radhiallahu 'anh adalah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang
begitu terkenal dengan keilmuan dan kefahamannya dalam agama. al-Imam al-Darimi
rahimahullah (255H) meriwayatkan bantahan beliau terhadap bid‘ah berzikir
secara berjama'ah yang muncul pada zamannya:
عَنْ عمرو بن سلمة قَالَ: كُنَّا نَجْلِسُ عَلَى بَابِ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَبْلَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ فَإِذَا خَرَجَ
مَشَيْنَا مَعَهُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَجَاءَنَا أَبُو مُوسَى الأَشْعَرِيُّ
فَقَالَ أَخَرَجَ إِلَيْكُمْ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ بَعْد؟ُ قُلْنَا:
لاَ! فَجَلَسَ مَعَنَا حَتَّى خَرَجَ فَلَمَّا خَرَجَ
قُمْنَا إِلَيْهِ جَمِيعًا.
فَقَالَ لَهُ أَبُو مُوسَى يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
إِنِّي رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ آنِفًا أَمْرًا أَنْكَرْتُهُ وَلَمْ أَرَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ إِلاَّ خَيْرًا. قَالَ: فَمَا هُوَ؟ فَقَالَ: إِنْ عِشْتَ,
فَسَتَرَاهُ. قَالَ: رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ قَوْمًا حِلَقًا جُلُوسًا
يَنْتَظِرُونَ الصَّلاَةَ, فِي كُلِّ حَلْقَةٍ رَجُلٌ وَفِي أَيْدِيهِمْ حَصًى,
فَيَقُولُ: كَبِّرُوا مِائَةً, فَيُكَبِّرُونَ مِائَةً. فَيَقُولُ: هَلِّلُوا مِائَةً. فَيُهَلِّلُونَ مِائَةً.
وَيَقُولُ: سَبِّحُوا مِائَةً. فَيُسَبِّحُونَ مِائَةً. قَالَ: فَمَاذَا قُلْتَ
لَهُمْ؟ قَالَ: مَا قُلْتُ لَهُمْ شَيْئًا انْتِظَارَ رَأْيِكَ وَانْتِظَارَ
أَمْرِكَ.
قَالَ: أَفَلاَ أَمَرْتَهُمْ أَنْ يَعُدُّوا سَيِّئَاتِهِمْ,
وَضَمِنْتَ لَهُمْ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِهِمْ. ثُمَّ مَضَى
وَمَضَيْنَا مَعَهُ حَتَّى أَتَى حَلْقَةً مِنْ تِلْكَ الْحِلَقِ فَوَقَفَ
عَلَيْهِمْ, فَقَالَ: مَا هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ تَصْنَعُونَ؟ قَالُوا: يَا أَبَا عَبْدِ
الرَّحْمَنِ حَصًى نَعُدُّ بِهِ التَّكْبِيرَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّسْبِيحَ.
قَالَ: فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ, فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ
حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ, وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ
هَلَكَتَكُمْ! هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ, وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ, وَآنِيَتُهُ لَمْ
تُكْسَرْ, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى
مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ, أَوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلاَلَةٍ؟!
قَالُوا: وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ
الْخَيْرَ. قَالَ: وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ. إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنَا أَنَّ قَوْمًا يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ وَايْمُ اللَّهِ مَا أَدْرِي لَعَلَّ
أَكْثَرَهُمْ مِنْكُمْ ثُمَّ تَوَلَّى عَنْهُمْ.
فَقَالَ عَمْرُو بْنُ سَلَمَةَ: رَأَيْنَا عَامَّةَ
أُولَئِكَ الْحِلَقِ يُطَاعِنُونَا يَوْمَ النَّهْرَوَانِ مَعَ الْخَوَارِجِ.
Dari ‘Amr bin
Salamah(1) katanya: “Satu ketika kami duduk di pintu ‘Abd Allah bin Mas‘ud
sebelum sholat subuh. Apabila dia keluar, kami berjalan bersamanya ke masjid.
Tiba-tiba datang kepada kami Abu Musa al-Asy‘ari, lalu bertanya: “Apakah Abu
‘Abd al-Rahman (2) telah keluar kepada kamu?” Kami jawab: “Tidak!”. Maka dia
duduk bersama kami sehingga ‘Abd Allah bin Mas‘ud keluar. Apabila dia keluar,
kami semua bangun kepadanya. Lalu Abu Musa al-Asy‘ari berkata kepadanya: “Wahai
Abu ‘Abd al-Rahman, aku telah melihat di masjid tadi satu perkara yang aku
tidak setuju, tetapi aku tidak lihat – alhamdulilah – melainkan hal itu baik”.
Dia bertanya: “Apakah ia?”. Kata Abu Musa: “Jika umur kamu panjang engkau akan
melihatnya. Aku melihat satu kaum, mereka duduk dalam lingkungan (halaqah)
menunggu sholat. Bagi setiap lingkungan (halaqah) ada seorang lelaki (ketua
kumpulan), sementara di tangan mereka yang lain ada anak-anak batu (kerikil ).
Apabila lelaki itu berkata :
_______________________________
(1)Beliau
adalah seorang tabi`in, anak murid ‘Abd Allah bin Masud. Meninggal dunia pada
85H.
(2)Gelar untuk
`Abd Allah bin Mas`ud.
Takbir seratus
kali, mereka pun bertakbir seratus kali. Apabila dia berkata: Tahlil seratus
kali, mereka pun bertahlil seratus kali. Apabila dia berkata: Tasbih seratus
kali, mereka pun bertasbih seratus kali.” Tanya ‘Abd Allah bin Mas‘ud: “Apa
yang telah kamu katakan kepada mereka?”. Jawabnya: “Aku tidak berkata apa-apa
kepada mereka karana menanti pendapatdan perintahmu”.
Berkata ‘Abd
Allah bin Mas‘ud: “Mengapa engkau tidak menyuruh mereka menghitung dosa mereka
dan engkau jaminkan bahwa pahala mereka tidak akan hilang sedikit pun”. Lalu
dia berjalan, kami pun berjalan bersamanya. hingga dia tiba kepada salah satu
dari kaum tersebut. Dia berdiri lantas berkata: “Apa yang sedang kamu lakukan
ini?” Jawab mereka: “Wahai Abu ‘Abd al-Rahman! Batu yang dengannya kami
menghitung takbir, tahlil dan tasbih”. Jawabnya: “Hitunglah dosa-dosa kamu, aku
jamin pahala-pahala kamu tidak hilang sedikit pun. Celaka kamu wahai umat
Muhammad! Alangkah cepat kemusnahan kamu. Para sahabat Nabi masih banyak
(hidup) , baju baginda belum lagi buruk dan bekas makanan dan minuman baginda
pun belum lagi pecah.(1) Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya(2) , apakah kamu
berada di atas agama yang lebih mendapat petunjuk daripada agama Muhammad, atau
sebenarnya kamu semua pembuka pintu kesesatan?”
Jawab mereka :
“Demi Allah wahai Abu ‘Abd al-Rahman, kami hanya bertujuan baik.” Jawabnya :
“Betapa banyak orang yang bertujuan baik, tetapi tidak mendapatkannya.”
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakan kepada
kami satu kaum yang membaca al-Quran namun tidak lebih dari kerongkong
mereka(3) Demi Allah aku tidak tahu, barangkali kebanyakan mereka dari kalangan
kamu.” Kemudian beliau pergi.
Berkata ‘Amr
bin Salamah: “Kami melihat kebanyakan puak tersebut bersama Khawarij memerangi
kami pada hari Nahrawan.”(4)
Lihatlah
bagaimana ‘Abd Allah bin Mas‘ud radhiallahu 'anh membantah perbuatan ibadah
kumpulan ini walaupun mereka pada asalnya memiliki niat dan pandangan yang
baik. Pada dzahirnya tiada yang buruk pada perbuatan mereka. Namun oleh kerana
ia merupakan ibadah yang tidak ada contoh daripada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam maka ia ditolak. Bahkan ‘Abd Allah bin Mas‘ud memberi amaran betapa
perbuatan bid‘ah yang kecil akan mengheret seseorang kepada bid‘ah yang lebih
besar. ‘Abd Allah bin Mas‘ud menggambarkan mereka akan menyertai Khawarij yang
sesat.
___________________________________________________________
(1)Maksudnya
baginda shallallahu ‘alaihi wasallam baru sahaja wafat, tetapi mereka telah
melakukan bid`ah.
(2) Maksudnya
Allah.
(3)Ini salah
satu sifat Khawarij yang disebut dalam hadith-hadith.
(4) Riwayat
al-Darimi di dalam Musnadnya dengan sanad yang dinilai sahih oleh al-Albani
dalam Silsilah al-Ahadith al-Shahihah, jld. 5, m.s. 11.
Justeru itu
‘Abd Allah bin Mas‘ud juga pernah menyebutkan:(1)
اقتصاد في سنة خير من اجتهاد في بدعة.
Sederhana dalam
sesuatu sunnah lebih baik daripada bersungguh sungguh dalam sesuatu bid‘ah .
إن البدعة الصغيرة بريد إلى البدعة الكبيرة.
Sesungguhnya
bid‘ah yang kecil adalah pembawa kepada bid‘ah yang besar.
Seorang lelaki
telah datang kepada al-Imam Malik rahimahullah (179H)(2) dan berkata:(3)
“Wahai Abu ‘Abd
Allah (gelar al-Imam Malik) dari mana aku patut berihram?” Jawab al-Imam Malik:
“Dari Zu Hulaifah (ذو حليفة) di mana tempat yang Rasulullah berihram.” Kata lelaki itu:
“Aku ingin berihram dari Masjid Nabi (medinah).” Jawab al-Imam Malik: “Jangan
buat demikian itu.” Kata lelaki itu lagi: “Aku ingin berihram dari kubur Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.” Jawab al-Imam Malik: “Jangan buat demikian itu,
aku takut fitnah akanmenimpa dirimu.” Tanya lelaki itu: “Apa fitnahnya? Ia
hanya jarak yang aku tambah.” Jawab al-Imam Malik:
وأي فتنة أعظم من أن ترى أنك سبقت إلى فضيلة قصّر عنها رسول
الله صلى الله عليه وسلم، وإني سمعت الله يقول: فَلْيَحْذَرْ الَّذِينَ
يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ.
Apakah lagi
fitnah yang lebih besar daripada engkau melihat bahwa engkau telah mendahului
satu kelebihan yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menguranginya.
Sesungguhnya aku telah mendengar Allah berfirman: (maksudnya) “Oleh itu,
hendaklah mereka yang mengingkari perintahnya, beringat serta berjaga-jaga
jangan mereka ditimpa bala bencana, atau ditimpa azab seksa yang tidak terperi
sakitnya. [al-Nur 24:63]
Perhatikan
bahwa sekalipun lelaki tersebut ingin berihram dari tempat yang begitu baik
yaitu Masjid Nabi atau kubur baginda shallallahu 'alaihi wasallam, al-Imam
Malik rahimahullah membantahnya disebabkan ia adalah ibadah yang tidak
dilakukan oleh Nabi. Beliau menyatakan ini adalah fitnah karena seakan-akan
lelaki itu menganggap dia dapat melakukan ibadah yang lebih baik daripada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.
_________________________________________
(1)Lihat:
Silsilah al-Ahadith al-Sahihah, jld. 5, m.s. 11.
(2) Beliau
ialah imam Mazhab Maliki, pembesar Atba’ al-Tabi‘in. Guru al-Imam al-Syafi'i.
Tokoh fekah dan hadith yang tiada bandingnya. Karya beliau yang agung ialah
kitab al-Muwattha’. Berkata al-Imam al-Sayuti: “Beliau guru para imam, Imam Dar
al-Hijrah (Madinah), mengambil hadith darinya al-Syafi‘i dan banyak lagi.
Berkata al-Syafi’i: ‘Apabila datangnya athar, maka Malik adalah bintang’.”
(al-Imam al-Sayuti, Tabaqat al-Huffaz, jld. 1, m.s. 96)
(3) al-Syatibi,
al-I’tishom, m.s. 102
Imam Abu Syamah
al-Muqaddisi berkata:
وَقَدْ حَذَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اَصْحَابهُ وَمَنْ بَعْدَهُمْ اَهْلَ زَمَانِهِمْ الْبِدَعِ وَمُحْدَثَاتِ
الاُمُوْرِ ، وَاَمَرُوْهُمْ بِالاتِّبَاعِ الَّذِيْ فِيْهِ النَّجَاةُ مِنْ كُلِّ
مَحْذُوْرٍ
"Nabi Sallallahu
'alaihi wa-sallam telah memberi peringatan kepada sekalian para sahabatnya, dan
orang-orang selepas zaman mereka dari melakukan bid'ah dan ciptaan-ciptaan yang
baru (dalam agama). Mereka sekalian diperintahkan agar ittiba' karena dengannya
akan mendapat kejayaan (dan terselamat) dari setiap yang telah diperingatkan
(oleh Nabi sallallahu 'alaihi wa-sallam)". (Lihat: الباعث على انكار البدع والحوادث hlm. 11)
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: عَلَيْكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاْلاِسْتَقَامَةِ اِتَّبِعْ وَلاَ تَبْتَدِعْ
"Dari Ibn
Abbas beliau berkata: Hendaklah kamu takut (takwa) kepada Allah dan sentiasa
istiqamah (sentiasa dalam ketaatan), hendaklah kamu mengikut (al-Quran dan as
Sunnah) dan janganlah berbuat bid'ah".
قَالَ عُمَربْن الْخَطَّاب رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: كُلُّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَاِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةٌ
"Setiap
bid'ah itu sesat, walaupun (semua) manusia telah berpendapat & melihat
bid'ah (yang mereka lakukan itu) hasanah (baik)". (Diriwayatkan oleh
Al-Lalikaii (162). Ibn Battah (205). Baihaqi dalam المدخل
الى السنن (191) dan Ibn Nasr
dalam السنة (70) sanadnya sahih)
قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ:
اَلاِقْتِصَادُ فِى السُّنَّةِ اَحْسَنُ مِنَ اْلاِجْتِهَادِ فِى الْبِدْعَةِ
"sedikit (
biasa saja ) dalam mengerjakan sunnah lebih baik dari bersungguh-sungguh dalam
mengerjakan bid'ah". (Lihat: شرح اصول اعتقاد اهل
السنة (114-115). As-Sunnah,
hlm. 27-28 Ibn Nasr. Al-Ibanah (1/230) Ibn Battah)
Di riwayat yang
lain pula:
وَاِنَّ اِقْتِصَادًا فِى سَبِيْلٍ وَسُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ
اِجْتِهَادٍ فِى خِلاَفِ سَبِيْلِ سُنَّةٍ فَانْظُرُوْا اَنْ يَكُوْنَ عَمَلُكُمْ
اِنْ كَانَ اِجْتِهَادًا اَوْ اِقْتِصَادًا اَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ عَلَى مِنْهَاجِ
اْلاَنْبِيَاءِ وَسُـنَّتِهِمْ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ
"sedikit (
biasa saja ) dalam mengikuti jalan sunnah lebih baik dari bersungguh-sungguh
dalam melakukan perkara yang bertentangan dengan jalan sunnah. Lihatlah apa
yang akan kamu lakukan, jika ia termasuk yang bersungguh-sungguh atau yang
biasa hendaklah mengikut panduan manhaj para nabi dan sunnah mereka sallallahu
'alaihi wa sallam". (Diriwayatkan oleh Al-Lalikaii (11). Ibn Mubarak dalam
Az-Zuhud. Jld. 2. hlm. 12. dan Abu Na'im dalam Al-Hilyah. Jld. 1. Hlm. 252)
Al-Hafiz
Fudhail bin 'Iyad rahimahullah menyatakan:
عَمَلٌ قَلِيْلٌ فِى سُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ عَمَلٍ كَثِيْرٍ
فِى بِدْعَةٍ
"Amal yang
sedikit (tetapi) dalam perkara sunnah lebih baik daripada amalan yang banyak
(tetapi dalam perkara yang) bid'ah." (Lihat: الابانة
عن شريعة الدينية Jld. 1. hlm.
395. (249))
Imam Malik
rahimallahu ‘anhu seorang imam Ahli Sunnah wal-Jamaah dari kalangan Salaf
as-Soleh amat tegas terhadap bid'ah. Beliau menganggap aktivis bid'ah sebagai
orang yang mengkhianati kesempurnaan risalah (al-Quran dan al-Hadist) yang
telah disampaikan oleh Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam kepada
ummahnya. Beliau pernah mengeluarkan ucapannya yang tegas terhadap pembuat
bid'ah:
مَنِ ابْتَدَعَ فِى اْلاِسْلاَمِ بِدْعَةٌ وَيَرَاهَا
حَسَنَةٌ فَقَدْ زَعَمَ اَنَّ مُحَمَّدٌ قَدْ خَانَ الرِّسَالَةَِلاَنَّ اللهَ
يَقُوْلُ: "اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَاكُمْ وَاَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلاِسْلاَمَ دِيْنًا" فَمَالَمْ
يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا فَلاَ يَكُوْنُ الْيَوْمَ دِيْنًا
"Siapa
yang melakukan bid'ah di dalam Islam kemudian disangkanya baik, maka dia telah
menganggap bahwa Muhammad telah mengkhianati al-Risalah karena telah jelas
Allah berfirman: (Hari ini Aku telah sempurnakan agama kamu dan Aku cukupkan
nikmat kamu dan Aku hanya meridai Islam sebagai agamamu). Apa yang tidak dapat
dianggap sebagai agama pada masa itu (masa Nabi), maka pada masa ini ia juga
tidak boleh dianggap sebagai agama." (Hadist Riwayat Malik)
قَالَ فَـيْصَلُ بْـنُ عِـيَاضٍ رَحِمَ هُ اللهُ: مَنْ
اَحَبَّ صَاحِبَ بِـدْعَةٍ اَحْـبَـطَ اللهُ عَمَلَهُ وَاخْرَجَ نُـوْرَ اْلاِسْلاَمِ
مِنْ قَلْبِهِ
"Berkata
Faisal bin 'Eyadz: Siapa yang menyukai pembuat bid'ah, Allah melenyapkan
(menggugurkan) amalannya dan akan dicabut cahaya Islam dari hatinya".
(Lihat: تلبيس ابليس Ibn Qaiyim, hlm 84. Dan lihat: شرح
السنة hlm. 138. Dikeluarkan
juga oleh Al-Lalikaii dalam شرح اصول الاعتقاد اهل
السنة. Jld. 1. Hlm. 139)
وَقَالَ: مَنْ جَلَسَ اِلَى صَاحِبِ بِدْعَةٍ اَحْبَطَ الله
عَمَلَهُ وَاَخْرَجَ نُوْرَ اْلاِيْمَان - اَوْ قَالَ الاِسْلاَمِ - مِنْ قَلْبِهِ
"Beliau
juga pernah berkata: siapa yang duduk di majlis orang bid'ah Allah melenyapkan
(menggugurkan) amalannya dan mengeluarkan nur (cahaya) iman - atau ia berkata -
keluar nur Islam dari hatinya." (Dikeluarkan oleh Al-Lalikaii dalam شرح اصول اعتقاد اهل السنة (1/132). Dan Ali bin al-J'ad. dalam "Musnad" (1885))
اَنَّ صَاحِبَ الْبِدْعَةِ يَزْدَادُ مِنَ اللهِ بُعْدًا
كُلَّمَا بَالَغَ فِى الطَّاعَةِ والْعِبَادَةِ
"Pembuat
bid'ah akan bertambah-tambah jauh dari Allah sekalipun bersungguh-sungguh dalam
ketaatan dan kuat ibadahnya". (Lihat: Fathul al-Qadir, jld. 1, hlm. 10)
اِنَّ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ
بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بَدْعَتَهُ
"Sesungguhnya
Allah menghijab (tidak menerima) taubat setiap pembuat bid'ah hingga ia
meninggalkan bid'ahnya". (Hadis Riwayat at-Thabrani dengan sanad yang
sahih. Dan dihasankan oleh al-Munziri. Lihat: مدارج
السالكين (1/84) Ibn Qaiyim)
Imam Ibn Rajab
rahimahullah pernah ditanya, apakah boleh menyebut keburukan ahlul bid'ah (مبتدع)
dalam usaha menyadarkan ummah agar menjauhi mereka? Beliau menjawab:
"Adapun Ahli
Bid'ah itu sesat begitu juga orang-orang yang beserta dengannya yang
seakan-akan ulama. Maka boleh menjelaskan kejahilan, kecacatan atau kejahatan
mereka dalam rangka memperingatkan ummah agar tidak mengikuti mereka".
(Lihat: شرح السنة , al-Barbahari, hlm. 138. Tahqiq Abu Yasir ar-Rodadi)
Penjelasan Imam
Ibn Rejab di atas menunjukkan bahwa menyebut dan membongkar perbuatan bid'ah
yang diseru dan dilakukan oleh para penyeru bid'ah tidak dianggap sebagai suatu
kesalahan. Malah wajib dijelaskan kepada khalayak umum jika tujuan dan niat
seseorang yang bertindak sedemikian demi untuk menjauhkan atau menyelamatkan
ummah agar tidak terlibat dan tidak terpengaruh dengan perbuatan dan hasutan
ahli bid'ah.
semua nash-nash
di atas mengharamkan umat Islam dari melakukan perbuatan bid'ah. Selain amalan
yang berbentuk bid'ah itu ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala karena ia
menyesatkan, ternyata bid'ah ini juga amat ditakuti oleh orang-orang beriman
yang berilmu. Ini disebabkan setiap amalan bid'ah terutama yang melibatkan
akidah, pasti akan menyebabkan pembuatnya menjadi sesat dan di akhirat kelak
akan menjadi golongan yang merugi karana akan dilemparkan ke neraka. Malah
seseorang itu akan dikekalkan di dalam neraka jika semasa hidupnya ia terlibat
dalam perbuatan bid'ah di segi akidah yang menyebabkan kesyirikan.
Setiap orang
yang beriman sepatutnya memperhatikan dengan akal jernih terhadap ancaman dari
hadist-hadist di atas sehingga dapat memberi kesan menakutkan yang mendalam di
hati sanubari atau perasaan mereka.
Para sahabat
dan jumhur ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah yang berpegang dengan manhaj Salaf as
Soleh terlalu berjaga-jaga dari terlibat dengan segala perbuatan yang berbentuk
atau berunsur bid'ah. Ketegasan mereka dalam perkara ini telah diuraikan
melalui kata-kata mereka tersebut.
Pengaruh Buruk
Akibat Memuji Ahli Bid’ah
192. Abul Walid
Al Baji dalam Kitabnya, Ikhtishar Firaqil Fuqaha ketika menyebutkan keadaan Abu
Bakar Al Baqillaniy mengatakan : “Abu Dzar Al Harawy telah menceritakan
kepadaku bahwa ia condong kepada madzhab Al Asy’ari.” Maka saya tanyakan dari
mana ia dapatkan madzhab ini. Katanya : “Saya pernah berjalan bersama Abu Al
Hasan Ad Daraquthniy dan kami bertemu dengan Abu Bakr bin Ath Thayyib Al Qadli
lalu Ad Daraquthniy memeluknya dan mencium wajah dan kedua matanya maka setelah
kami berpisah saya bertanya siapa laki-laki tadi?”Ia menjawab : “Imamnya kaum
Muslimin, pembela Islam, (yaitu) Al Qadli Abu Bakr bin Ath Thayyib.”Abu Dzar
berkata : “Sejak saat itu saya berulang-ulang mendatanginya bersama ayahku dan
akhirnya kami mengikuti madzhabnya.” (At Tadzkirah 3/1104-1105 dan As Siyar
17/558-559)
Saya berkata :
“Ini merupakan istidlal (pengambilan dalil) yang jelas sekali. Karena jika
seorang alim diam dalam permasalahan ahli bid’ah dan tidak menerangkan
kebid’ahan mereka maka ia akan membahayakan orang lain yang jahil hingga
akhirnya mereka dapat terjatuh dalam kebida’ahan pula.
Dan yang lebih
berbahaya serta lebih pahit lagi dari diamnya itu adalah apabila keluar
ungkapan-ungkapan pujian dan sanjungan terhadap ahli bid’ah yang mungkin (pada
dirinya) tampak keshalihan dan ketaqwaan.”(Sumber : Kilauan Mutiara Hikmah Dari
Nasihat Salaful Ummah, terjemah dari kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil
Ma'tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi.
ANTARA BID'AH DAN ILMU PENGETAHUAN
pada 25 Oktober 2012 pukul 16:13 ·
- PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah Ta'alaa atas karunia ini semua, sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada nabi Muhammad SHALALLAHU 'ALAIHI WASALLAM . ahlan wa sahlan
antum semuanya, selamat datang di CATATAN ini , semoga semua apa yang tertuang
di CATATAN ini bermanfaat bagi PAPA MIMIN pribadi dan juga antum
semuanya, jika ada salahnya mohon saran dan kritik dari antum semuanya. selamat
membaca dan menikmat.
“Dikit-dikit bid’ah, dikit-dikit bid’ah,” “apa semua yang ada sekarang
itu bid’ah?!” “kalau memang maulidan bid’ah,
kenapa kamu naik motor, itukan juga bid’ah.” Kira-kira kalimat seperti inilah yang akan terlontar
dari mulut sebagian kaum muslimin ketika mereka diingatkan bahwa perbuatan yang
mereka lakukan adalah bid’ah yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Semua ucapan ini dan yang senada dengannya lahir, mungkin karena hawa nafsu
mereka dan mungkin juga karena kejahilan mereka tentang definisi bid’ah,
batasannya dan nasib jelek yang akan menimpa pelakunya.
Karenanya
berikut uraian tentang difinisi bid’ah dan bahayanya dari hadits Aisyah yang
masyhur, semoga bisa meluruskan pemahaman kaum muslimin tentang bid’ah sehingga
mereka mau meninggalkannya di atas ilmu, Allahumma amin.
1. Perkataan
beliau “jalan/cara dalam agama”. Hal ini sebagaimana disabdakan
oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ
رَدٌّ
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam
urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HSR. Bukhary-Muslim dari
‘A`isyah)
Dan urusan
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tentunya adalah urusan
agama karena pada urusan dunia beliau telah mengembalikannya kepada
masing-masing orang, dalam sabdanya:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”. (HSR. Bukhory)
Maka bid’ah
adalah memunculkan perkara baru dalam agama dan tidak termasuk dari bid’ah
apa-apa yang dimunculkan berupa perkara baru yang tidak diinginkannya dengannya
masalah agama akan tetapi dimaksudkan dengannya untuk mewujudkan maslahat
keduniaan, seperti pembangunan gedung-gedung, pembuatan alat-alat modern,
berbagai jenis kendaraan dan berbagai macam bentuk pekerjaan yang semua hal ini
tidak pernah ada zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam. Maka
semua perkara ini bukanlah bid’ah dalam tinjauan syari’at walaupun dianggap
bid’ah dari sisi bahasa. Adapun hukum bid’ah dalam perkara kedunian (secara
bahasa) maka tidak termasuk dalam larangan berbuat bid’ah dalam hadits di atas,
oleh karena itulah para Shahabat radhiallahu ‘anhum mereka berluas-luasan dalam
perkara dunia sesuai dengan maslahat yang dibutuhkan.
DALIL-DALIL AL
QUR'AN & HADIST SERTA ATSYAR YANG MENJELASKAN BETAPA SESAT & TERCELANYA
BID'AH DALAM AGAMA.
Larangan dari
melakukan bid'ah adalah larangan dari pembuat syari'at karana larangan tersebut
disertai dengan berbagai-bagai ancaman oleh Allah dan Rasul-Nya. Diantara yang
paling tegas ialah larangan akan berlaku kesesatan dan pelanggaran batas hukum
(hudud) yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam syari'at yang akhirnya
membawa kepada kefasikan dan mengkufuri agama serta ayat-ayat Allah. Hal ini
telah dijelaskan oleh allah & RasulNya sallallahu 'alaihi wa sallam
diantaranya
A. DALIL DARI
AL QUR'AN:
Dalil dari al
qur'an:
{ قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ }
Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." ( QS Al-Imran : 31) dalam ayat ini
di perintahkan bagi kita untuk mengikuti ( itiba') Rasulullah salallahu 'alaihi
wasalam.
وقوله -جل وعلا-: { وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ }
“Dan ikutilah
Dia ( muhammad ) supaya kamu mendapat petunjuk".( QS Al-A'raf : 158 )
وقوله سبحانه: { لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ }
“Sesungguhnya
Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” ( QS al
ahzab:21 )
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah.” (QS Al-Hasyr : 7).
وقوله - عز وجل - { أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ
مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ }
“Apakah mereka
mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama
yang tidak diizinkan Allah?” (Qs As-Syura' : 21 )
وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم
عن سبيله ذلكم وصاكم به لعلكم تتقون
“Dan bahwa
(yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertakwa. QS Al-An'am (6) : 153
Diriwayatkan dari
Abul Hujjaj bin Jubair Al-Makky(1), menafsirkan ولا
تتبعوا السبل (dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan yang lain), beliau berkata yang dimaksud dengan السبل (jalan-jalan
yang lain) adalah bid’ah dan syubuhat.
B. DALIL DARI
AS SUNNAH
اُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّمْعِ
وَالطَّاعَةِ وَاِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا ، فَاِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ
يَرَى بَعْدِى اِخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِىْ وَسُنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِى تَمَسَّكُوابِهَا
وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَاِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلاُمُوْرِ
فَاِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَة وَاِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
"Aku
berwasiat kepada kamu sekalian supaya bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat
sekalipun diperintah oleh seorang hamba Habsyi. Sesungguhnya siapa saja yang
hidup (selepas ini) di antara kamu sekalian selepasku akan melihat perselisihan
yang banyak, maka kembalilah (berpeganglah) kamu kepada sunnahku dan sunnah
para Khulafa ar-Rasyidin selepas peninggalanku, berpegang teguhlah dengannya,
maka gigitlah dengan gigi geraham, kemudian berhati-hatilah dengan hal yang
baru (dicipta dalam agama) sesungguhnya setiap ciptaan yang baru itu adalah
bid'ah dan setiap yang bid'ah itu sesat". (Hadis Riwayat Ahmad (1653).
At-Tirmizi (2600). Musnad Abu Daud (3991). As-Sunnan Ibn Majah (42))
كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
"Setiap
yang diada-adakan itu bid'ah, setiap yang bid'ah itu sesat dan setiap yang
sesat itu adalah ke dalam neraka". (Hadis Riwayat Muslim)
فِى خُطْبَةِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: اَمَّا بَـعْدُ: فَاِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْـثِ كِتَابُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدَْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَـلَّمَ ،
وَشَرَّ اْلاُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
"Dalam
khutbah Nabi sallallahu 'alaihi wa sallam baginda bersabda: Kemudian dari itu,
sesungguhnya sebaik-baik perkataan itu kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam dan sekeji-keji perkara
(perbuatan) ialah mengada-adakan yang baru dan setiap bid'ah (yang baru itu)
adalah sesat dan setiap yang sesat ke neraka". (Hadis Riwayat Muslim, Abu
Daud dan Ibn Majah)
__________________________________________
(1) Beliau
adalah Sa'id bin Jubair, ulama’ Tabi'in yang ahli tafsir dan pakar di zamannya
Dari hadits di
atas, dinyatakan bahwa كل بدعة ضلالة (Tiap bid’ah itu sesat), yakni hal ini
menunjukkan secara terang dan nyata bahwa tidak ada bid’ah hasanah, karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah menjelaskan secara gamblang bahwa
كل بدعة ضلالة (Tiap bid’ah itu sesat). Para ulama’ sepakat bahwa kata كل (Kullu)
yang diikuti oleh اسم ناقرة ism naaqirah (obyek indefinitif) bukan اسم معرفة ‘ism
ma’rifat (obyek definitif) tanpa adanya استثناءistitsna’
(pengecualian), maka ia terkena keumuman dari kata كل (Kullu) tersebut. Sehingga bermakna, bahwa
semua bid’ah tanpa terkecuali adalah sesat!!! Maka batallah pernyataan sebagian
kaum muslimin yang menyatakan bahwa bid’ah itu ada yang hasanah.
عَنْ حُذَيْـفَةَ قَالَ: لاَيـقْـبَـلُ اللهُ لِصَاحِبِ
الْبِدْعَةِ صَلاَةً وَلاَصَوْمًا وَلاَ صَدَقَـةً وَلاَ حَاجًا وَلاَ عُمْرَةً
وَلاَ جِهَادًا وَلاَصَـرَفًا وَلاَعَدْلاً ، يَخْـرُجُ مِنَ اْلاِسْلاَمِ كَمَا
يَخْرُجُ الشَّـعْرَةَ مِنَ الْعَجِيْنِ. رواه ابن ماجه
"Dari
Huzaifah radhiallahu 'anhu baginda berkata: Allah tidak akan menerima dari
pembuat bid'ah puasa, sembahyang, haji, umrah, jihad, kebaikan dan keadilan
(yang dikerjakannya). Dia akan keluar dari Islam sebagaimana keluarnya rambut
dari tepung". (Hadis Riwayat Ibn Majah. Lihat: فتح
البارى jld. 17. hlm. 10. Hadis
ini lemah dan sebahagian ulama hadis mendapati hadis ini adalah hadis mungkar)
اَبَى اللهُ اَنْ يَقْبَلَ عَمَلَ صَاحِب بِدْعَةٍ حَتَّى
يَدَعَهَا
"Allah
tidak akan menerima amalan pelaku (pembuat) bid'ah hingga ditinggalkan bid'ah
tersebut". (Hadis Riwayat Ibn Majah (49) Muqaddimah)
مَا اَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً اِلاَّ رُفِعَ مِثْلُهَا مِنَ
السُّنَّةِ فَتَمَسَّكُ بِسُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ اِحْدَاثِ بِدْعَةٍ
"Tidak
akan (dibiarkan) berlaku bid'ah pada satu-satu kaum, kecuali akan dicabut (oleh
Allah) satu sunnah dari mereka yang sepertinya. Maka berpegang kepada sunnah
lebih baik dari melakukan (mencipta) satu bid'ah". (Hadis Riwayat Ahmad
(16356))
مَنْ اَحْدَثَ فِىاَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ
رَدٌّ
"Siapa
yang mencipta (mengada-adakan) yang baru dalam urusan (agama) Kami ini, maka
itu tertolak". (Hadis Riwayat Ahmad (24840). Bukhari (2499) as-Soleh.
Muslim (3242) al-Aqdhiah. Abu Daud (3990) as-Sunnan. Ibn Majah (14) Muqaddimah)
Imam Nawawi
rahimahullah berkata: "Hadits ini merupakan kaidah yang agung dari
kaidah-kaidah Islam". Beliau menambahkan lagi: "Hadits ini termasuk
hadits yang sepatutnya dihafalkan dan digunakan dalam membatilkan seluruh
kemungkaran dan seharusnya hadits ini disebarluaskan untuk diambil sebagai
dalil". ( Syarah Shahih Muslim)
Al Hafidz Ibnu
Hajar Al Atsqalani rahimahullah setelah membawakan hadits ini dalam syarahnya
terhadap kitab Shahih Bukhari, beliau berkomentar : "Hadits ini terhitung
sebagai pokok dari pokok-pokok Islam dan satu kaidah dari kaidah-kaidah
agama". (Fathul Bari)
Imam Ibnu Rajab
Al Hambali rahimahullah dalam kitabnya Jami`ul Ulum wal Hikam juga memuji
kedudukan hadits ini, beliau berkata : "Hadits ini merupakan pokok yang
agung dari pokok-pokok Islam. Dia seperti timbangan bagi amalan-amalan dalam
dzahirnya sebagaimana hadits: (amal itu tergantung pada niatnya) merupakan
timbangan bagi amalan-amalan dalam batinnya. Maka setiap amalan yang tidak
diniatkan untuk mendapatkan wajah Allah tidaklah bagi pelakunya mendapatkan
pahala atas amalannya itu, demikian pula setiap amalan yang tidak ada padanya
perintah dari Allah dan rasulnya maka amalan itu tidak diterima dari pelakunya.
(Jami`ul Ulum wal Hikam, 1/176)
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ
رَدٌّ
"Siapa
yang melakukan (mengerjakan) satu amal yang bukan dari perintah Kami, maka
(amalan itu) tertolak". (Maksud tertolak ialah bermakna “bid'ah” بالبدعة المسمى هو
"Ia dinamakan bid'ah". Lihat: علم اصول البدع
hlm. 29. Ali Hasan)
Kata Imam
Nawawi rahimahullah : "Hadits ini jelas sekali dalam membantah setiap
bid`ah dan perkara yang diada-adakan dalam agama". (Syarah Muslim, 12/16)
Namun bila ada
pelaku bid`ah dihadapkan padanya hadits ini, kemudian dia mengatakan bahwa
bid`ah tersebut bukanlah dia yang mengada-adakan akan tetapi dia hanya
melakukan apa yang telah diperbuat oleh orang-orang sebelumnya sehingga ancaman
hadits di atas tidak mengenai pada dirinya. Maka terhadap orang seperti ini
disampaikan padanya hadits :
"Siapa
yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya
itu tertolak". Dengan hadits ini akan membantah apa yang ada pada orang
tersebut dan akan menolak setiap amalan yang diada-adakan tanpa dasar syar`i.
Sama saja apakah pelakunya yang membuat bid`ah tersebut adalah dia atau dia
hanya sekedar melakukan bid`ah yang telah dilakukan oleh orang-orang
sebelumnya. Demikian penerangan ini juga disebutkan oleh Imam Nawawi dengan
maknanya dalam kitab beliau Syarah Muslim (12/16) ketika menjelaskan hadits
ini.
Al Imam Ibnu
Rajab Al Hambali rahimahullah berkata : "Dalam sabda Nabi shallallahu
alaihi wasallam :
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
ada isyarat
bahwasanya amalan-amalan yang dilakukan seharusnya di bawah hukum syariah di
mana hukum syariah menjadi pemutus baginya apakah amalan itu diperintahkan atau
dilarang. Sehingga siapa yang amalannya berjalan di bawah hukum syar`i, cocok
dengan hukum syar`i maka amalan itu diterima, sebaliknya bila amalan itu keluar
dari hukum syar`i maka amalan itu tertolak. ("Jami`ul Ulum wal
Hikam", 1/177)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
مَنْ صَنَعَ اَمْرًا عَلَىْ غَيْرِ اَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Bersabda
Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam: Barangsiapa yang berbuat sesuatu
urusan yang bukan dari perintah kami, maka ia tertolak". (Hadis Riwayat
Ibn Majah)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ متفق عليه
"Bersabda
Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam: Maka barangsiapa yang menyimpang dari
Sunnahku, maka bukanlah dia dari golonganku". Muttafaq 'Alaih.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَقَّرَ صَاحِبَ بِدْعَةٍ
فَقَدْ اَعَانَ عَلَى هَدْمِ اْلاِسْلاَمِ. حديث مرفوع
"Dari
Aisyah radhiallahu 'anha berkata: Bersabda Rasulullah sallallahu 'alaihi wa
sallam: siapa yang memuliakan aktivis/pelaku bid'ah, maka dia telah menolong
untuk menghancurkan Islam" (Hadis Riwayat Ahmad. Lihat: تلبيس ابليس. Hlm. 14.
Menurut Syeikh Ali Hasan: Hadis ini adalah hadist hasan isnadnya. Lihat: المنتقى النفس
hlm. 37. Dikeluarkan oleh Al-Lalikaii dalam شرح اصول
اهل السنة (1/139)) Hadis
Marfu'. (Ibn Asakir dalam تاريخ دمشق: ترجمة
"العباس بن يوسف الشكلى.
Hlm. 286)
اِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً وَثَمَّ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ
فَتْرَتُهُ اِلَى بِدْعَةٍ فَقَدْ ضَلَّ ، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ اِلَى
سُنَّةٍ فَقَدْ اهْتَدَى
"Sesungguhnya
pada setiap amal terdapat kegiatan, dan pada amal ada fitrahnya. Barangsiapa
yang fitrahnya terlibat dengan bid'ah maka dia telah sesat dan barangsiapa yang
fitrahnya terlibat dengan sunnah maka dia telah mendapat petunjuk". (Hadis
Riwayat Ahmad (22376), Musnad. Hadis sahih. Lihat: الاتمام
(23521). Lihat: اتباع السنن (8))
Faidah hadits
Faidah yang
bisa kita ambil dari hadits ini, di antaranya :
• Batilnya
perkara yang diada-adakan dalam agama
• Larangan
terhadap satu perkara menunjukkan jeleknya perkara tersebut..
• Islam
merupakan agama yang sempurna, tidak ada kekurangan di dalamnya dan tidak butuh
koreksi dan protes terhadapnya.
• Perkara yang
diada-adakan dalam agama ini adalah bid`ah dan setiap bid`ah itu sesat.
• Dengan hadits
ini tertolaklah pembagian bid`ah menjadi bid`ah hasanah (bid`ah yang baik) dan
bid`ah sayyiah (bid`ah yang jelek).
Seluruh akad
yang dilarang oleh syariat adalah batil, demikian pula hasilnya karena apa yang
dibangun di atas kebatilan maka ia batil pula.
C. DARI ATSAR
PARA SALAFUS SHALEH
Abdullah bin
Mas‘ud radhiallahu 'anh adalah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang
begitu terkenal dengan keilmuan dan kefahamannya dalam agama. al-Imam al-Darimi
rahimahullah (255H) meriwayatkan bantahan beliau terhadap bid‘ah berzikir
secara berjama'ah yang muncul pada zamannya:
عَنْ عمرو بن سلمة قَالَ: كُنَّا نَجْلِسُ عَلَى بَابِ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَبْلَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ فَإِذَا خَرَجَ
مَشَيْنَا مَعَهُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَجَاءَنَا أَبُو مُوسَى الأَشْعَرِيُّ
فَقَالَ أَخَرَجَ إِلَيْكُمْ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ بَعْد؟ُ قُلْنَا:
لاَ! فَجَلَسَ مَعَنَا حَتَّى خَرَجَ فَلَمَّا خَرَجَ
قُمْنَا إِلَيْهِ جَمِيعًا.
فَقَالَ لَهُ أَبُو مُوسَى يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
إِنِّي رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ آنِفًا أَمْرًا أَنْكَرْتُهُ وَلَمْ أَرَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ إِلاَّ خَيْرًا. قَالَ: فَمَا هُوَ؟ فَقَالَ: إِنْ عِشْتَ,
فَسَتَرَاهُ. قَالَ: رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ قَوْمًا حِلَقًا جُلُوسًا
يَنْتَظِرُونَ الصَّلاَةَ, فِي كُلِّ حَلْقَةٍ رَجُلٌ وَفِي أَيْدِيهِمْ حَصًى,
فَيَقُولُ: كَبِّرُوا مِائَةً, فَيُكَبِّرُونَ مِائَةً. فَيَقُولُ: هَلِّلُوا مِائَةً. فَيُهَلِّلُونَ مِائَةً.
وَيَقُولُ: سَبِّحُوا مِائَةً. فَيُسَبِّحُونَ مِائَةً. قَالَ: فَمَاذَا قُلْتَ
لَهُمْ؟ قَالَ: مَا قُلْتُ لَهُمْ شَيْئًا انْتِظَارَ رَأْيِكَ وَانْتِظَارَ
أَمْرِكَ.
قَالَ: أَفَلاَ أَمَرْتَهُمْ أَنْ يَعُدُّوا سَيِّئَاتِهِمْ,
وَضَمِنْتَ لَهُمْ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِهِمْ. ثُمَّ مَضَى
وَمَضَيْنَا مَعَهُ حَتَّى أَتَى حَلْقَةً مِنْ تِلْكَ الْحِلَقِ فَوَقَفَ
عَلَيْهِمْ, فَقَالَ: مَا هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ تَصْنَعُونَ؟ قَالُوا: يَا أَبَا عَبْدِ
الرَّحْمَنِ حَصًى نَعُدُّ بِهِ التَّكْبِيرَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّسْبِيحَ.
قَالَ: فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ, فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ
حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ, وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ
هَلَكَتَكُمْ! هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ, وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ, وَآنِيَتُهُ لَمْ
تُكْسَرْ, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى
مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ, أَوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلاَلَةٍ؟!
قَالُوا: وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ
الْخَيْرَ. قَالَ: وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ. إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنَا أَنَّ قَوْمًا يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ وَايْمُ اللَّهِ مَا أَدْرِي لَعَلَّ
أَكْثَرَهُمْ مِنْكُمْ ثُمَّ تَوَلَّى عَنْهُمْ.
فَقَالَ عَمْرُو بْنُ سَلَمَةَ: رَأَيْنَا عَامَّةَ
أُولَئِكَ الْحِلَقِ يُطَاعِنُونَا يَوْمَ النَّهْرَوَانِ مَعَ الْخَوَارِجِ.
Dari ‘Amr bin
Salamah(1) katanya: “Satu ketika kami duduk di pintu ‘Abd Allah bin Mas‘ud
sebelum sholat subuh. Apabila dia keluar, kami berjalan bersamanya ke masjid.
Tiba-tiba datang kepada kami Abu Musa al-Asy‘ari, lalu bertanya: “Apakah Abu
‘Abd al-Rahman (2) telah keluar kepada kamu?” Kami jawab: “Tidak!”. Maka dia
duduk bersama kami sehingga ‘Abd Allah bin Mas‘ud keluar. Apabila dia keluar,
kami semua bangun kepadanya. Lalu Abu Musa al-Asy‘ari berkata kepadanya: “Wahai
Abu ‘Abd al-Rahman, aku telah melihat di masjid tadi satu perkara yang aku
tidak setuju, tetapi aku tidak lihat – alhamdulilah – melainkan hal itu baik”.
Dia bertanya: “Apakah ia?”. Kata Abu Musa: “Jika umur kamu panjang engkau akan
melihatnya. Aku melihat satu kaum, mereka duduk dalam lingkungan (halaqah)
menunggu sholat. Bagi setiap lingkungan (halaqah) ada seorang lelaki (ketua
kumpulan), sementara di tangan mereka yang lain ada anak-anak batu (kerikil ).
Apabila lelaki itu berkata :
_______________________________
(1)Beliau
adalah seorang tabi`in, anak murid ‘Abd Allah bin Masud. Meninggal dunia pada
85H.
(2)Gelar untuk
`Abd Allah bin Mas`ud.
Takbir seratus
kali, mereka pun bertakbir seratus kali. Apabila dia berkata: Tahlil seratus
kali, mereka pun bertahlil seratus kali. Apabila dia berkata: Tasbih seratus
kali, mereka pun bertasbih seratus kali.” Tanya ‘Abd Allah bin Mas‘ud: “Apa
yang telah kamu katakan kepada mereka?”. Jawabnya: “Aku tidak berkata apa-apa
kepada mereka karana menanti pendapatdan perintahmu”.
Berkata ‘Abd
Allah bin Mas‘ud: “Mengapa engkau tidak menyuruh mereka menghitung dosa mereka
dan engkau jaminkan bahwa pahala mereka tidak akan hilang sedikit pun”. Lalu
dia berjalan, kami pun berjalan bersamanya. hingga dia tiba kepada salah satu
dari kaum tersebut. Dia berdiri lantas berkata: “Apa yang sedang kamu lakukan
ini?” Jawab mereka: “Wahai Abu ‘Abd al-Rahman! Batu yang dengannya kami
menghitung takbir, tahlil dan tasbih”. Jawabnya: “Hitunglah dosa-dosa kamu, aku
jamin pahala-pahala kamu tidak hilang sedikit pun. Celaka kamu wahai umat
Muhammad! Alangkah cepat kemusnahan kamu. Para sahabat Nabi masih banyak
(hidup) , baju baginda belum lagi buruk dan bekas makanan dan minuman baginda
pun belum lagi pecah.(1) Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya(2) , apakah kamu
berada di atas agama yang lebih mendapat petunjuk daripada agama Muhammad, atau
sebenarnya kamu semua pembuka pintu kesesatan?”
Jawab mereka :
“Demi Allah wahai Abu ‘Abd al-Rahman, kami hanya bertujuan baik.” Jawabnya :
“Betapa banyak orang yang bertujuan baik, tetapi tidak mendapatkannya.”
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakan kepada
kami satu kaum yang membaca al-Quran namun tidak lebih dari kerongkong
mereka(3) Demi Allah aku tidak tahu, barangkali kebanyakan mereka dari kalangan
kamu.” Kemudian beliau pergi.
Berkata ‘Amr
bin Salamah: “Kami melihat kebanyakan puak tersebut bersama Khawarij memerangi
kami pada hari Nahrawan.”(4)
Lihatlah
bagaimana ‘Abd Allah bin Mas‘ud radhiallahu 'anh membantah perbuatan ibadah
kumpulan ini walaupun mereka pada asalnya memiliki niat dan pandangan yang
baik. Pada dzahirnya tiada yang buruk pada perbuatan mereka. Namun oleh kerana
ia merupakan ibadah yang tidak ada contoh daripada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam maka ia ditolak. Bahkan ‘Abd Allah bin Mas‘ud memberi amaran betapa
perbuatan bid‘ah yang kecil akan mengheret seseorang kepada bid‘ah yang lebih
besar. ‘Abd Allah bin Mas‘ud menggambarkan mereka akan menyertai Khawarij yang
sesat.
___________________________________________________________
(1)Maksudnya
baginda shallallahu ‘alaihi wasallam baru sahaja wafat, tetapi mereka telah
melakukan bid`ah.
(2) Maksudnya
Allah.
(3)Ini salah
satu sifat Khawarij yang disebut dalam hadith-hadith.
(4) Riwayat
al-Darimi di dalam Musnadnya dengan sanad yang dinilai sahih oleh al-Albani
dalam Silsilah al-Ahadith al-Shahihah, jld. 5, m.s. 11.
Justeru itu
‘Abd Allah bin Mas‘ud juga pernah menyebutkan:(1)
اقتصاد في سنة خير من اجتهاد في بدعة.
Sederhana dalam
sesuatu sunnah lebih baik daripada bersungguh sungguh dalam sesuatu bid‘ah .
إن البدعة الصغيرة بريد إلى البدعة الكبيرة.
Sesungguhnya
bid‘ah yang kecil adalah pembawa kepada bid‘ah yang besar.
Seorang lelaki
telah datang kepada al-Imam Malik rahimahullah (179H)(2) dan berkata:(3)
“Wahai Abu ‘Abd
Allah (gelar al-Imam Malik) dari mana aku patut berihram?” Jawab al-Imam Malik:
“Dari Zu Hulaifah (ذو حليفة) di mana tempat yang Rasulullah berihram.” Kata lelaki itu:
“Aku ingin berihram dari Masjid Nabi (medinah).” Jawab al-Imam Malik: “Jangan
buat demikian itu.” Kata lelaki itu lagi: “Aku ingin berihram dari kubur Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.” Jawab al-Imam Malik: “Jangan buat demikian itu,
aku takut fitnah akanmenimpa dirimu.” Tanya lelaki itu: “Apa fitnahnya? Ia
hanya jarak yang aku tambah.” Jawab al-Imam Malik:
وأي فتنة أعظم من أن ترى أنك سبقت إلى فضيلة قصّر عنها رسول
الله صلى الله عليه وسلم، وإني سمعت الله يقول: فَلْيَحْذَرْ الَّذِينَ
يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ.
Apakah lagi
fitnah yang lebih besar daripada engkau melihat bahwa engkau telah mendahului
satu kelebihan yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menguranginya.
Sesungguhnya aku telah mendengar Allah berfirman: (maksudnya) “Oleh itu,
hendaklah mereka yang mengingkari perintahnya, beringat serta berjaga-jaga
jangan mereka ditimpa bala bencana, atau ditimpa azab seksa yang tidak terperi
sakitnya. [al-Nur 24:63]
Perhatikan
bahwa sekalipun lelaki tersebut ingin berihram dari tempat yang begitu baik
yaitu Masjid Nabi atau kubur baginda shallallahu 'alaihi wasallam, al-Imam
Malik rahimahullah membantahnya disebabkan ia adalah ibadah yang tidak
dilakukan oleh Nabi. Beliau menyatakan ini adalah fitnah karena seakan-akan
lelaki itu menganggap dia dapat melakukan ibadah yang lebih baik daripada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.
_________________________________________
(1)Lihat:
Silsilah al-Ahadith al-Sahihah, jld. 5, m.s. 11.
(2) Beliau
ialah imam Mazhab Maliki, pembesar Atba’ al-Tabi‘in. Guru al-Imam al-Syafi'i.
Tokoh fekah dan hadith yang tiada bandingnya. Karya beliau yang agung ialah
kitab al-Muwattha’. Berkata al-Imam al-Sayuti: “Beliau guru para imam, Imam Dar
al-Hijrah (Madinah), mengambil hadith darinya al-Syafi‘i dan banyak lagi.
Berkata al-Syafi’i: ‘Apabila datangnya athar, maka Malik adalah bintang’.”
(al-Imam al-Sayuti, Tabaqat al-Huffaz, jld. 1, m.s. 96)
(3) al-Syatibi,
al-I’tishom, m.s. 102
Imam Abu Syamah
al-Muqaddisi berkata:
وَقَدْ حَذَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اَصْحَابهُ وَمَنْ بَعْدَهُمْ اَهْلَ زَمَانِهِمْ الْبِدَعِ وَمُحْدَثَاتِ
الاُمُوْرِ ، وَاَمَرُوْهُمْ بِالاتِّبَاعِ الَّذِيْ فِيْهِ النَّجَاةُ مِنْ كُلِّ
مَحْذُوْرٍ
"Nabi Sallallahu
'alaihi wa-sallam telah memberi peringatan kepada sekalian para sahabatnya, dan
orang-orang selepas zaman mereka dari melakukan bid'ah dan ciptaan-ciptaan yang
baru (dalam agama). Mereka sekalian diperintahkan agar ittiba' karena dengannya
akan mendapat kejayaan (dan terselamat) dari setiap yang telah diperingatkan
(oleh Nabi sallallahu 'alaihi wa-sallam)". (Lihat: الباعث على انكار البدع والحوادث hlm. 11)
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: عَلَيْكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاْلاِسْتَقَامَةِ اِتَّبِعْ وَلاَ تَبْتَدِعْ
"Dari Ibn
Abbas beliau berkata: Hendaklah kamu takut (takwa) kepada Allah dan sentiasa
istiqamah (sentiasa dalam ketaatan), hendaklah kamu mengikut (al-Quran dan as
Sunnah) dan janganlah berbuat bid'ah".
قَالَ عُمَربْن الْخَطَّاب رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: كُلُّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَاِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةٌ
"Setiap
bid'ah itu sesat, walaupun (semua) manusia telah berpendapat & melihat
bid'ah (yang mereka lakukan itu) hasanah (baik)". (Diriwayatkan oleh
Al-Lalikaii (162). Ibn Battah (205). Baihaqi dalam المدخل
الى السنن (191) dan Ibn Nasr
dalam السنة (70) sanadnya sahih)
قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ:
اَلاِقْتِصَادُ فِى السُّنَّةِ اَحْسَنُ مِنَ اْلاِجْتِهَادِ فِى الْبِدْعَةِ
"sedikit (
biasa saja ) dalam mengerjakan sunnah lebih baik dari bersungguh-sungguh dalam
mengerjakan bid'ah". (Lihat: شرح اصول اعتقاد اهل
السنة (114-115). As-Sunnah,
hlm. 27-28 Ibn Nasr. Al-Ibanah (1/230) Ibn Battah)
Di riwayat yang
lain pula:
وَاِنَّ اِقْتِصَادًا فِى سَبِيْلٍ وَسُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ
اِجْتِهَادٍ فِى خِلاَفِ سَبِيْلِ سُنَّةٍ فَانْظُرُوْا اَنْ يَكُوْنَ عَمَلُكُمْ
اِنْ كَانَ اِجْتِهَادًا اَوْ اِقْتِصَادًا اَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ عَلَى مِنْهَاجِ
اْلاَنْبِيَاءِ وَسُـنَّتِهِمْ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ
"sedikit (
biasa saja ) dalam mengikuti jalan sunnah lebih baik dari bersungguh-sungguh
dalam melakukan perkara yang bertentangan dengan jalan sunnah. Lihatlah apa
yang akan kamu lakukan, jika ia termasuk yang bersungguh-sungguh atau yang
biasa hendaklah mengikut panduan manhaj para nabi dan sunnah mereka sallallahu
'alaihi wa sallam". (Diriwayatkan oleh Al-Lalikaii (11). Ibn Mubarak dalam
Az-Zuhud. Jld. 2. hlm. 12. dan Abu Na'im dalam Al-Hilyah. Jld. 1. Hlm. 252)
Al-Hafiz
Fudhail bin 'Iyad rahimahullah menyatakan:
عَمَلٌ قَلِيْلٌ فِى سُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ عَمَلٍ كَثِيْرٍ
فِى بِدْعَةٍ
"Amal yang
sedikit (tetapi) dalam perkara sunnah lebih baik daripada amalan yang banyak
(tetapi dalam perkara yang) bid'ah." (Lihat: الابانة
عن شريعة الدينية Jld. 1. hlm.
395. (249))
Imam Malik
rahimallahu ‘anhu seorang imam Ahli Sunnah wal-Jamaah dari kalangan Salaf
as-Soleh amat tegas terhadap bid'ah. Beliau menganggap aktivis bid'ah sebagai
orang yang mengkhianati kesempurnaan risalah (al-Quran dan al-Hadist) yang
telah disampaikan oleh Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam kepada
ummahnya. Beliau pernah mengeluarkan ucapannya yang tegas terhadap pembuat
bid'ah:
مَنِ ابْتَدَعَ فِى اْلاِسْلاَمِ بِدْعَةٌ وَيَرَاهَا
حَسَنَةٌ فَقَدْ زَعَمَ اَنَّ مُحَمَّدٌ قَدْ خَانَ الرِّسَالَةَِلاَنَّ اللهَ
يَقُوْلُ: "اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَاكُمْ وَاَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلاِسْلاَمَ دِيْنًا" فَمَالَمْ
يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا فَلاَ يَكُوْنُ الْيَوْمَ دِيْنًا
"Siapa
yang melakukan bid'ah di dalam Islam kemudian disangkanya baik, maka dia telah
menganggap bahwa Muhammad telah mengkhianati al-Risalah karena telah jelas
Allah berfirman: (Hari ini Aku telah sempurnakan agama kamu dan Aku cukupkan
nikmat kamu dan Aku hanya meridai Islam sebagai agamamu). Apa yang tidak dapat
dianggap sebagai agama pada masa itu (masa Nabi), maka pada masa ini ia juga
tidak boleh dianggap sebagai agama." (Hadist Riwayat Malik)
قَالَ فَـيْصَلُ بْـنُ عِـيَاضٍ رَحِمَ هُ اللهُ: مَنْ
اَحَبَّ صَاحِبَ بِـدْعَةٍ اَحْـبَـطَ اللهُ عَمَلَهُ وَاخْرَجَ نُـوْرَ اْلاِسْلاَمِ
مِنْ قَلْبِهِ
"Berkata
Faisal bin 'Eyadz: Siapa yang menyukai pembuat bid'ah, Allah melenyapkan
(menggugurkan) amalannya dan akan dicabut cahaya Islam dari hatinya".
(Lihat: تلبيس ابليس Ibn Qaiyim, hlm 84. Dan lihat: شرح
السنة hlm. 138. Dikeluarkan
juga oleh Al-Lalikaii dalam شرح اصول الاعتقاد اهل
السنة. Jld. 1. Hlm. 139)
وَقَالَ: مَنْ جَلَسَ اِلَى صَاحِبِ بِدْعَةٍ اَحْبَطَ الله
عَمَلَهُ وَاَخْرَجَ نُوْرَ اْلاِيْمَان - اَوْ قَالَ الاِسْلاَمِ - مِنْ قَلْبِهِ
"Beliau
juga pernah berkata: siapa yang duduk di majlis orang bid'ah Allah melenyapkan
(menggugurkan) amalannya dan mengeluarkan nur (cahaya) iman - atau ia berkata -
keluar nur Islam dari hatinya." (Dikeluarkan oleh Al-Lalikaii dalam شرح اصول اعتقاد اهل السنة (1/132). Dan Ali bin al-J'ad. dalam "Musnad" (1885))
اَنَّ صَاحِبَ الْبِدْعَةِ يَزْدَادُ مِنَ اللهِ بُعْدًا
كُلَّمَا بَالَغَ فِى الطَّاعَةِ والْعِبَادَةِ
"Pembuat
bid'ah akan bertambah-tambah jauh dari Allah sekalipun bersungguh-sungguh dalam
ketaatan dan kuat ibadahnya". (Lihat: Fathul al-Qadir, jld. 1, hlm. 10)
اِنَّ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ
بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بَدْعَتَهُ
"Sesungguhnya
Allah menghijab (tidak menerima) taubat setiap pembuat bid'ah hingga ia
meninggalkan bid'ahnya". (Hadis Riwayat at-Thabrani dengan sanad yang
sahih. Dan dihasankan oleh al-Munziri. Lihat: مدارج
السالكين (1/84) Ibn Qaiyim)
Imam Ibn Rajab
rahimahullah pernah ditanya, apakah boleh menyebut keburukan ahlul bid'ah (مبتدع)
dalam usaha menyadarkan ummah agar menjauhi mereka? Beliau menjawab:
"Adapun Ahli
Bid'ah itu sesat begitu juga orang-orang yang beserta dengannya yang
seakan-akan ulama. Maka boleh menjelaskan kejahilan, kecacatan atau kejahatan
mereka dalam rangka memperingatkan ummah agar tidak mengikuti mereka".
(Lihat: شرح السنة , al-Barbahari, hlm. 138. Tahqiq Abu Yasir ar-Rodadi)
Penjelasan Imam
Ibn Rejab di atas menunjukkan bahwa menyebut dan membongkar perbuatan bid'ah
yang diseru dan dilakukan oleh para penyeru bid'ah tidak dianggap sebagai suatu
kesalahan. Malah wajib dijelaskan kepada khalayak umum jika tujuan dan niat
seseorang yang bertindak sedemikian demi untuk menjauhkan atau menyelamatkan
ummah agar tidak terlibat dan tidak terpengaruh dengan perbuatan dan hasutan
ahli bid'ah.
semua nash-nash
di atas mengharamkan umat Islam dari melakukan perbuatan bid'ah. Selain amalan
yang berbentuk bid'ah itu ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala karena ia
menyesatkan, ternyata bid'ah ini juga amat ditakuti oleh orang-orang beriman
yang berilmu. Ini disebabkan setiap amalan bid'ah terutama yang melibatkan
akidah, pasti akan menyebabkan pembuatnya menjadi sesat dan di akhirat kelak
akan menjadi golongan yang merugi karana akan dilemparkan ke neraka. Malah
seseorang itu akan dikekalkan di dalam neraka jika semasa hidupnya ia terlibat
dalam perbuatan bid'ah di segi akidah yang menyebabkan kesyirikan.
Setiap orang
yang beriman sepatutnya memperhatikan dengan akal jernih terhadap ancaman dari
hadist-hadist di atas sehingga dapat memberi kesan menakutkan yang mendalam di
hati sanubari atau perasaan mereka.
Para sahabat
dan jumhur ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah yang berpegang dengan manhaj Salaf as
Soleh terlalu berjaga-jaga dari terlibat dengan segala perbuatan yang berbentuk
atau berunsur bid'ah. Ketegasan mereka dalam perkara ini telah diuraikan
melalui kata-kata mereka tersebut.
Pengaruh Buruk
Akibat Memuji Ahli Bid’ah
192. Abul Walid
Al Baji dalam Kitabnya, Ikhtishar Firaqil Fuqaha ketika menyebutkan keadaan Abu
Bakar Al Baqillaniy mengatakan : “Abu Dzar Al Harawy telah menceritakan
kepadaku bahwa ia condong kepada madzhab Al Asy’ari.” Maka saya tanyakan dari
mana ia dapatkan madzhab ini. Katanya : “Saya pernah berjalan bersama Abu Al
Hasan Ad Daraquthniy dan kami bertemu dengan Abu Bakr bin Ath Thayyib Al Qadli
lalu Ad Daraquthniy memeluknya dan mencium wajah dan kedua matanya maka setelah
kami berpisah saya bertanya siapa laki-laki tadi?”Ia menjawab : “Imamnya kaum
Muslimin, pembela Islam, (yaitu) Al Qadli Abu Bakr bin Ath Thayyib.”Abu Dzar
berkata : “Sejak saat itu saya berulang-ulang mendatanginya bersama ayahku dan
akhirnya kami mengikuti madzhabnya.” (At Tadzkirah 3/1104-1105 dan As Siyar
17/558-559)
Saya berkata :
“Ini merupakan istidlal (pengambilan dalil) yang jelas sekali. Karena jika
seorang alim diam dalam permasalahan ahli bid’ah dan tidak menerangkan
kebid’ahan mereka maka ia akan membahayakan orang lain yang jahil hingga
akhirnya mereka dapat terjatuh dalam kebida’ahan pula.
Dan yang lebih
berbahaya serta lebih pahit lagi dari diamnya itu adalah apabila keluar
ungkapan-ungkapan pujian dan sanjungan terhadap ahli bid’ah yang mungkin (pada
dirinya) tampak keshalihan dan ketaqwaan.”(Sumber : Kilauan Mutiara Hikmah Dari
Nasihat Salaful Ummah, terjemah dari kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil
Ma'tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi.